Sebuah prestise tinggi bagi Orang tua apabila mampu menyekolahkan anaknya pada usia dini (dibawah usia yang dipersyaratkan), entah anak sudah siap maupun belum secara psikologi. Tetapi apakah orang tua mengetahui akibat yang dapat terjadi apabila anak belum siap masuk sekolah tetapi dipaksa untuk sekolah. Efek negatif yang dapat terjadi apabila anak belum siap sekolah tetapi dipaksa sekolah, diantaranya:
- anak menjadi pemarah, emosional, pemberontak dan pendendam,
- mudah cemas dan memiliki kekhawatiran yang berlebihan,
- sering sakit (terutama sakit kepala),
- kurang ekspresif, kurang bisa bergaul, dan malas berbicara,
- nampak tertekan, tidak bahagia dan tidak bergairah,
- dapat mendorong anak untuk melakukan hal-hal menyimpang.
Apabila kita telaah lebih dalam perkembangan manusia menurut Erik Erikson (1902-1994) dapat dibagi sebagai berikut Fase Bayi (0-1 tahun), Fase Anak-anak (1-3 tahun), Usia Bermain (3-6 tahun), Usia Sekolah (6-12 tahun), Adolesen (12-20 tahun), dan seterusnya. Nah dari teori Erikson kita ketahui bahwa pada usia 3-6 tahun anak masih memasuki usia bermain anak anak masih mengembangkan gerakan tubuh, ketrampilan bahasa, rasa ingin tahu, imajinasi, dan kemampuan menentukan tujuan. Jadi apabila kita simpulkan anak usia 3-6 tahun masih belum direkomendasikan untuk sekolah, karena dari teori Erikson usia sekolah masuk pada periode setelahnya yaitu pada usia 6-12 tahun.
Pemerintah kita Republik Indonesia dalam pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan sudah mengatur secara detail sesuai yang terantum pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pasal 69 ayat 1 bahwa peserta didik SD/MI atau bentuk lain yang sederajat paling rendah berusia 6 (enam) tahun. pada ayat 4 ditekankan wajib menerima warga negara usia 7 (tujuh) tahun sampai dengan 12 (dua belas) tahun sebagai peserta didik.
Memang tidak ditutup kemungkinan untuk menyekolahkan anak pada usia yang lebih dini dari usia yang dipersyaratkan tetapi tentu ada beberapa hal yang harus dipenuhi. Pada peraturan pemerintah diatas yaitu Peraturan Peraturan Pemerintah RI Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan diatur mengenai hal itu sesuai yang tercantup pada pasal 69 ayat 2 yang berbunyi Pengecualian terhadap ketentuan pada ayat (1) dapat dilakukan atas dasar rekomendasi tertulis dari psikolog profesional.
Dalam pelaksanaannya diperlukan peraturan pelaksana dari peraturan diatasnya, hal tersebut tertuang dalam Peraturan Bersama antara Menteri Pendidikan (Mohammad Nuh) dan Menteri Agama (Suryadharma Ali) nomor 04/VI/PB/2011 dan nomor MA/111/2011. Dan pada tahun 2014 peraturan bersama tersebut disempurnakan. Penyempurnaan tersebut menjadi Peraturan Bersama Antara Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Dan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2/Vii/Pb/2014 dan Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak/Raudhatul Athfal/Bustanul Athfal Dan Sekolah/Madrasah. Dimana salah satu pasalnya berbunyi:
(1) Persyaratan calon peserta didik baru kelas 1 (satu) pada SD/SDLB/MI/sederajat pada tanggal 1 Juli tahun berjalan:
a. telah berusia 7 (tujuh) tahun sampai dengan 12 (dua belas) tahun wajib diterima;
b. telah berusia berusia 6 (enam) tahun dapat diterima;
c. telah berusia berusia 5 (lima) tahun sampai dengan kurang dari 6 (enam) tahun, dapat dipertimbangkan atas rekomendasi tertulis dari psikolog profesional; dan
d. berusia kurang dari 5 (lima) tahun tidak dapat diterima.
(2) Dalam hal tidak ada psikolog profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, rekomendasi dapat dilakukan oleh dewan guru SD/SDLB/MI/sederajat yang bersangkutan sampai dengan batas daya tampungnya terpenuhi sesuai standar pelayanan minimal pendidikan dasar.
Psikolog tentunya akan mengukur tingkat kesiapan sekolah kepada calon peserta didik sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan apakah anak sudah siap secara fisik maupun mentalnya. Aspek kesiapan sekolah yang diukur terdiri dari beberapa aspek seperti aspek motorik, pengamatan, konsentrasi, daya ingat dan aspek lain yang diperlukan. Dari hasil pengukuran, psikolog dapat memberikan rekomendasi apakah anak dinyatakan siap untuk sekolah atau belum. Apabila psikolog menyatakan siap maka anak dapat sekolah desuai dengan keinginan anak yang bersangkutan. Apabila dinyatakan belum siap maka hendaknya orang tua tidak memaksakan anak untuk tetap bersekolah. Biarkan mereka menikmati masa kanak-kanaknya dengan bermain riang gembira.
Lufi Herawan
Benar sekali jangan pernah kita memaksakan anak untuk sekolah dini. Kalo memang mampu sih tidak apa apa.